FENOMENA MENIKAH DENGAN TEMAN SEKANTOR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG UJI MATERI PASAL 153 AYAT (1) HURUF F UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
DOI:
https://doi.org/10.32493/SKD.v5i1.y2018.1538Abstract
Abstrak
Menikah dengan teman sekantor atau yang dalam istilah hukum ketenagakerjaan disebut dengan ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya dalam suatu perusahaan bukan merupakan fenomena baru. Masalah ini baru muncul kepermukaan ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pasal 153 Ayat (1) Huruf f Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 153 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengatur tentang larangan bagi pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa pekerja yang mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya dalam satu perusahaan dilarang dilakukan pemutusan hubungan kerja. Sepintas isi Pasal tersebut tidak ada masalah, akan tetapi masalah muncul ketika ketentuan tersebut dikecualikan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan ini memberikan konsekuensi kepada pekerja yang melanggar larangan dalam perjanjian kerja tersebut harus mengundurkan diri atau pengusaha bisa melakukan pemutusan hubungan kerja. Konsekuensi PHK ini dianggap telah mencederai hak konstitusional pekerja sebagai warga negara yang jelas-jelas telah dijamin dalam Pasal 28B Ayat (1) UUD 1945. Perjanjian kerja memang tidak bisa disamakan dengan perjanjian pada umumnya, karena selain kedudukan yang tidak seimbang antara pekerja dengan pengusaha juga adanya kebiasaan dan kepatutan secara moral yang harus diperhatikan atau yang dikenal dengan kesusilaan yang dapat mempengaruhi keabsahan suatu perjanjian kerja. Selain itu dengan adanya pertalian darah atau ikatan perkawinan pekerja dengan pekerja lainnya dalam satu perusahaan tidak adanya norma-norma moral, nilai-nilai agama, keamanan serta ketertiban umum di dalam suatu masyarakat demokratis yang terganggu dengan adanya pertalian darah ataupun ikatan perkawinan tersebut berdasarkan Pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian menjadikan sesuatu yang bersifat takdir sebagai syarat mengesampingkan pemenuhan hak asasi manusia seperti hak atas pekerjaan hak membentuk keluarga serta mengembangkan keturunan tidak dapat dibenarkan sebagai alasan yang sah secara konstitusonal.
Kata Kunci : Menikah Dengan Teman Sekantor, Putusan MK, Ketenagakerjaan