IMPLIKASI SISTEM MULTI PARTAI DI INDONESIA BERDASARKAN PASAL 84 UU NO. 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD DAN DPRD YANG TIDAK MENJAMIN PEMENANG PEMILU DUDUK DI KURSI PIMPINAN DPR RI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 (Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Kosntitusi No.73/PUU-XII/2014)

Authors

  • Isnu Harjo Prayitno Universitas Pamulang

DOI:

https://doi.org/10.32493/SKD.v5i1.y2018.1541

Abstract

Abstrak

 

Peristiwa terjadinya DPR Tandingan pada akhir tahun 2014 menunjukkan jika dibentuknya UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau yang dikenal UU MD3 dipenuhi sarat kepentingan. Manuver dari partai-partai yang berasal dari Koalisi Merah Putih (KMP) yang duduk di DPR sebagai mayoritas merubah pasal 84 tentang pimpinan dewan dari yang awalnya sistem banyaknya kursi menjadi sistem paket yang diusulkan dari tiap anggota. Implikasi dari perubahan itu mengakibatkan pemenang pemilu yakni PDI-P bisa tidak dapat apa-apa baik di Pimpinan DPR maupun alat kelengkapan dewan lainnya. PDI-P yang tergabung di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) kebetulan memiliki jumlah kursi lebih sedikit daripada KMP. Merasa diakali atau dicurangi, PDI-P beserta partai-partai koalisinya melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Namun permohonan ditolak secara keseluruhan. Berdasarkan pasal yang mengatur di UU NRI 1945 juga tidak mengatur terkait syarat dan ketentuan pimpinan dewan. Dalam sistem multi partai juga tidak mengenal partai dominan selama partai pemenang pemilu tersebut tidak mencapai 51% suara ataupun kursi.

Kata Kunci : Sistem multi partai, kedaulatan rakyat, pemilu.

Downloads

Published

2018-07-27