PERBUATAN MEMPERDAGANGKAN PENGARUH (TRADING IN INFLUENCE) SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Abstract
Penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui dan menganalisis serta menemukan konsep hukum mengenai perbuatan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang dikategorikan dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai tindak pidana korupsi dan 2) untuk mengetahui dan menganalisis serta menemukan konsep hukum mengenai kesalahan dan sanksi pidana terhadap pelaku perbuatan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang digolongkan pada tindak pidana korupsi. Adapun perumusan masalah yang diangkat yaitu: 1) bagaimanakah perbuatan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang dikategorikan dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai tindak pidana korupsi dan 2) bagaimana cara menentukan kesalahan dan sanksi pidana terhadap pelaku perbuatan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang digolongkan pada tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menginterprestasikan, mengevaluasi dan menilai semua peraturan perundang-undangan serta menilai bahan-bahan hukum yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) unsur-unsur perbuatan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang dikategorikan dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai tindak pidana korupsi bahwa ketentuan UNCAC dalam Pasal 18 mengategorikan antara perbuatan yang tergolong aktif dan perbuatan yang tergolong pasif; 2) cara menentukan kesalahan dan sanksi pidana terhadap pelaku perbuatan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang digolongkan pada tindak pidana korupsi. Perdagangan pengaruh banyak dilakukan oleh pihak swasta maupun oleh penyelenggara negara. Meskipun demikian, undang-undang yang berlaku saat ini belum bisa menjerat perdagangan pengaruh yang dilakukan oleh pihak swasta yang menerima keuntungan akibat kedekatan atau pengaruhnya terhadap otoritas publik. Praktek ini banyak terjadi di lingkungan partai politik. Perdagangan pengaruh merupakan bentuk bilateral relationship dan trilateral relationship. Hal ini berbeda dengan tindak pidana suap yang merupakan bentuk bilateral relationship karena terjadi antara pemberi suap dan penerima suap. Rekomendasi yang diberikan yaitu pengaturan yang paling tepat untuk mengadopsi ketentuan UNCAC dalam Pasal 18 mengenai perdagangan pengaruh tersebut adalah melalui revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.