KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 13 K/PDT.SUS-PHI/2015 TENTANG MOGOK KERJA YANG MENGAKIBATKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Authors

  • Abdul Hadi Universitas Pamulang

Abstract

ABSTRAK Hubungan kerja yang dilakukan setelah adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB), tidak menjamin hubungan antara pekerja dengan pengusaha berjalan seperti yang diharapkan. Pekerja karena tuntutan ekonomi berpandangan kepada kesejahteraan kerja, sedangkan pengusaha lebih berprioritas kepada produktifitas serta sekecil mungkin meminimalisir biaya produksi. Dengan dua pandangan yang berbeda ini, perselisihan antara pekerja dengan pengusaha akan sulit dihindari. Penelitian ini menganalisis bagaimana bentuk putusan Mahkamah Agung Nomor 13 K/Pdt.Sus PHI/2015 tentang mogok kerja yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Kemudian bagaimana bentuk mogok kerja yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dengan pendekatan preskripsi yang tujuannya memberikan petunjuk. Data primer dalam penelitian ini adalah berdasarkan salinan putusan Nomor 13K/Pdt. Sus-PHI/2015. Data-data sekunder adalah berdasarkan kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan penelitian, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal dan sebagainya. Berdasarkan penelitian tersebut, bentuk putusan Mahkamah Agung Nomor 13 K/Pdt.Sus-PHI/ 2015 menyatakan pengusaha secara sah dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja dengan menghukum pengusaha membayar uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai Pasal 156 Ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali sesuai Pasal 156 Ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bentuk mogok kerja yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja adalah mogok kerja tidak sah yaitu bukan akibat gagalnya perundingan, tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan juga instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, pemberitahuan itu kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja, pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 Ayat 2 Huruf a, b, c, dan d Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Kata Kunci : Mogok Kerja, Hubungan Kerja, Ketenagakerjaan

Downloads

Published

2017-07-30