KEBIJAKAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MENGENAI SYARAT BUKAN MANTAN TERPIDANA KORUPSI BAGI BAKAL CALON ANGGOTA LEGISLATIF PADA PEMILU 2019
Abstract
Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaturan syarat bukan mantan terpidana korupsi bagi bakal calon anggota legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menurut lembaga negara yang terkait, yaitu Pembentuk Undang-Undang (DPR bersama Presiden) dan Mahkamah Konstitusi (MK) serta bagaimana kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengatur syarat bukan mantan terpidana korupsi bagi bakal calon anggota DPR tersebut pada Pemilu 2019. Penelitian ini merupakan penelitian hukum sosiologis (socio-legal research) dimana melihat hukum sebagai gejala sosial yang bersifat empiris dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan maupun data primer yang dilakukan melalui wawancara pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Hasil penelitian memberikan kesimpulan, pertama, Pembentuk Undang-Undang dan MK pada dasarnya membolehkan bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR dengan memenuhi persyaratan tertentu. Dan kedua, KPU mengatur kebijakan tersebut dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (PKPU 20/2018), yang menentukan agar partai politik tidak mengajukan bakal calon anggota DPR berasal dari mantan terpidana korupsi. Namun seiring adanya Putusan MA Nomor 46 P/HUM/2018 (Putusan MA 46 P/HUM/2018), maka KPU mengubah kebijakannya dengan membolehkan bagi bakal calon anggota DPR berasal dari mantan terpidana korupsi pada Pemilu 2019 dengan memenuhi persyaratan secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Kata kunci : Bakal Calon Anggota Legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Putusan Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Konstitusi