Perlindungan Hukum Bagi Pengungkap Fakta ( Whistleblower) Dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban,Dihubungkan Dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Whistleblower Dan Justice Collaborator

Authors

  • Verri Octavian Octavian Universitas Pamulang

DOI:

https://doi.org/10.32493/SKD.v8i2.y2021.16798

Abstract

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban yang relevan dari dua pertanyaan tentang Undang – Undang perlindungan saksi terhadap fakta pengungkap (whistleblower) dalam kasus korupsi : pertama, bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap saksi mengungkapkan fakta – fakta dalam kasus korupsi menurut hukum positif ?. Kedua, bagaimana seharusnya Undang – Undang tentang pengaturan perlindungan saksi dalam mengungkapkan fakta – fakta kejahatan korupsi dimasa depan. Metode yang digunakan dalam penelititian ini adalah normatif dan metode penelitian hukum yang didukung oleh metode penelitian empiris. Berdasarkan analisis data hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan : Pertama, dalam hukum kekuatan positif di Indonesia tidak ada peraturan yang secara khusus mencakup perlindungan pengungkap saksi fakta ( whistleblower), tetapi masih bersifat umum yaitu perlindungan saksi dan korban. Bentuk perlindungan saksi dan korban dalam Undang – Undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban adalah perlindungan pribadi, keluarga dan harta keamanan dan kebebasan dari ancaman yang terkait dengan kesaksian telah diberikan, berpartisipasi dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan memberikan informasi tanpa tekanan mendapat mendapat penerjemah, bebas dari memberikan informasi tanpa tekanan, mendapat penerjemah, bebas dari pertanyaan yang menjerat, memperoleh informasi tentang perkembangan kasus ini, memperoleh informasi mengenai keputusan pengadilan, diberitahu bila tahanan dibebaskan, mendapatkan identitas baru, mendapatkan baru tinggal, penggantian biaya transportasi, mendapatkan penasehat hukum, dan memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas perlindungan berakhir. Kedua, tidak adanya peraturan khusus yang mengatur perlindungan pengungkap saksi fakta (whistleblower) dan fakta tentang nasib pengadu karena ancaman baik fisik atau psikologis serta upaya kriminalisasi saksi dan korban atau keluarga mereka, membuat takut untuk memberikan kesaksian kepada penegak hukum orang. Meskipun demikian, tidak diperlukan Undang – Undang khusus yang mengatur whistleblower, tapi untuk merevisi Undang – Undang nomor 13 tahun 2006 untuk lebih akurat membahas perlindungan peluit blower sehingga tidak ada tabrakan terjadi karena penerbitan peraturan perundang undangan yang baru.

 

References

Alrasid, Harun, Pengisian Jabatan Presiden. Cet. I. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999.

Ali, Achmad, Perubahan Masyarakat, Perubahan Hukum dan Penemuan Hukum oleh Hakim, Ujung Pandang, Yayasan Obor Indonesia, 1988.

Fatkhurohman, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Firdaus, Pertanggungjawaban Presiden Dalam Negara Hukum Demokrasi, Yrama Wijaya, Bandung, 2007.

Hadisoeprapto, Hartono, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Lyberty, Yogyakarta, 1993.

Indrayana, Denny, Problem Konstitusi Pemberhentian Presiden, Yogyakarta.2001.

Issanuddin, Pertanggungjawaban Presiden Menurut UUD 1945, Fakultas Hukum USU, Medan, 1981.

Mahendra, Yusril Ihza. Dinamika Tatanegara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Sesuai denagan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta, 2002.

Mas, Marwan Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, 1988.

Mulyosudarmo, Suwoto, Peralihan Kekuasaan: Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Pidato Nawaksara (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1997).

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991.

rodjodikoro, Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama,2003.

Soemantri, Sri ,Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung. Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.

Suny, Ismail. Mekanisme Demokrasi Pancasila. Jakarta: Aksara Baru, 1987.

Syahuri, Taufiqurrohman, Hukum Konstitusi Proses dan Prosedur Perubahan UUD di Indonesia 1945-2002, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.

Thalib, Abdul Rasyid, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2006.

Wardani, Kunthi Dyah, Impeachment dalam Ketatanegaraan Indonesia. UII Press, Yogyakarta, 2007.

Yudho, Winarno, Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Pusat Penelitian Dan Pengkajian Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2005.

Downloads

Published

2021-12-30

How to Cite

Octavian, V. O. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Pengungkap Fakta ( Whistleblower) Dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban,Dihubungkan Dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Whistleblower Dan Justice Collaborator. Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum Dan Keadilan, 8(2), 182–202. https://doi.org/10.32493/SKD.v8i2.y2021.16798