Tragedi Kerusuhan 1998 Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif International Criminal Court
DOI:
https://doi.org/10.32493/SKD.v9i1.y2022.22503Keywords:
Tragedi Kemanusiaan, Hak Asasi Manusia, International Criminal CourtAbstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara International Criminal Court (ICC) dalam menyelidiki kasus kemanusiaan dan apakah tragedi kerusuhan 98 dapat diadili oleh Mahkamah Pidana Internasioal. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa: Pengadilan Pidana Internasional ICC (International Criminal Court) merupakan mekanisme yang dibangun untuk menunaikan kebutuhan agar tidak lagi ada impunitas bagi pelaku kejahatan kemanusiaan. ICC akan turut mengadili sebuah kejahatan kemanusiaan ketika tidak ada hukum yang berlaku. ICC akan menyatakan perkara tertentu tidak dapat diterima, salah satunya, jika perkara tersebut sedang diinvestigasi atau dituntut oleh negara yang memiliki jurisdiksi untuk menanganinya, kecuali negara tersebut memang tidak berkeinginan (unwilling) atau tidak mampu (unable) untuk melakukan investigasi atau penuntutan. Mengacu pada pembahasan, bahwa kerusuhan 98 tidak bisa diadili di ICC. Hal ini dikarenakan, Indonesia mempunyai payung hukum untuk penanganan kasus HAM berat. Selain itu, Indonesia juga mempunyai keinginan untuk menyelesaikannya, Serta ICC tidak bisa menangani kasus-kasus yang terjadi sebelum berdirinya lembaga peradilan tersebut. Dengan demikian, kasus tragedi 98 bukan menjadi juridiksi dari ICC.References
Ditayani, P. E. (2014). Kewenangan Pembubaran Partai Politik oleh Mahkamah Konstitusi Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia (Ham). Jurnal Magister Hukum Udayana, 3(3), 44125.
How the Court works, diakses pada 9 Desember 2021, pukul 16.45 WIB
https://nasional.kompas.com/read/2015/05/13/08344891/17.Tahun.Kerusuhan.Mei.1998.Negara.Tidak .Boleh.Cuci.Tangan Dikutip pada 09/12/2021 Pukul: 22:18 WIB
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47403909 dikutip pada 09/12/2021 Pukul: 23:38
Hutahaean, J. (2014). Dampak Kerusuhan Mei 1998 Terhadap Pengu-Saha Etnis Tionghoa Di Petukangan Jakarta Tahun 1998-2003. Journal of Indonesian History, 3(1).
Informal expert paper: The principle of complementarity in practice, diakses 9 Desember 2021, pukul 17.18 WIB
M.Cheriff Bassiouni, Introduction to International Criminal Law, New York: Transnational Publisher Inc., 2003, hal. 4-7. (dikutip dalam buku Pengantar Hukum Pidana Internasional, karya Prof. DR. Romli Atmasasmita, SH., LL.M.)
Maruf, W. A., Putranti, I. R., & Rosyidin, M. (2017). 11. Kebijakan Indonesia Belum Meratifikasi Statuta Roma 1998. Journal of International Relations, 3(2), 83-90.
Nike K, Rumokoy, Fungsi Hukum Pidana Internasional Dihubungkan Dengan Kejahatan Transnasional Khususnya Terhadap Tindak Pidana Korupsi, Sam Ratulangi Law Journal, Vol.XIX/No. 4,2011.
Purnomo, B. H. (2011). Metodedan teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas (classroomaction research). Jurnal Pengembangan Pendidikan, 8(1), 210251.
Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit Serambi.
Simon, Mengenal ICC Mahkamah Pidana Internasional, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Mahkamah Pidana Internasional, 2009.
Soekanto, S. (2007). Penelitian hukum normatif: Suatu tinjauan singkat.
The Mandate of the International Criminal Court, diakses pada 10 Desember 2021, pukul 18.04 WIB
Universal jurisdiction over war crimes, diakses pada 10 Desember 2021, pukul 18.52 WIB