Pelaksanaan Eksekusi Pidana Mati Narkoba Di Tinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1981
DOI:
https://doi.org/10.32493/SKD.v10i1.y2023.32251Keywords:
Eksekusi Pidana Mati, Terpidana Narkotika.Abstract
Pelaksanaan Eksekusi Pidana Mati Narkoba Di Tinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1981. Narkoba sudah menjadi ancaman bagi kedaulatan bangsa dan negara, karena bahaya narkoba merusak generasi muda sebagai penerus bangsa, sehingga pemberantasan narkoba membutuhkan peran dari semua pihak untuk mempersempit pergerakan bandar narkoba yang masih mencoba-coba memasarkan barang haram tersebut di indonesia. Peraturan tentang tindak pidana narkotika dan hukaman mati menjadi sangat penting dalam mengatur hukuaman bagi para pelaku tindak pidana narkotika untuk kepentingan kedaulatan bangsa dan negara. Di Indonesia saat ini, penjatuhan sanksi pidana berupa pidana mati oleh hakim bagi pelaku tindak pidana narkotika merupakan salah satu kebijakan yang dianut dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pidana yang dianut oleh hukum pidana selama ini, misalnya pada pasal 10 KUHP. Lain hal nya dibelahan dunia lain terjadi perkembangan yang cukup signifikan terhadap pengguna narkotika dengan melakukan tindakan-tindakan depenalisasi terhadap penggunanya yang bertujuan menggantikan sanksi pidana penjara yang kadang diterapkan sanksi pidana lain misalnya sanksi kerja sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis empiris artinya adalah mengidentifikasikan dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi social yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang mempola. Data yang didapat dari penelitian kepustakaan diadakan proses analisis data secara deskriptif-analitif kuatitatif, shingga diperoleh suatu kesimpulan. Ketidakpastian pelaksanaan eksekusi terpidana mati menurut Undang-Undang 8 Tahun 1981 menyebabkan terpidana di penjara tanpa batas waktu yang jelas. Diperlukan perubahan pasal 271, untuk eksekusi pidana mati dilakukan polisi sesuai Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 dan Peraturan kapolri nomor 12 tahun 2010, paling lambat 1 tahun sejak vonis dibacakan dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
References
Adami Chazawi. 2002,SH.Pelajaran Hukum Pidana Bagian I.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Arie Siswanto, 2009, “Pidana Mati dalam Perspektif Hukum Internasional” Refleksi Hukum.
Bangun, Nata Sukam, 2014, Eksistensi Pidana Mati dalam Sistem Hukum Indonesia. Yogyakarta: Makalah Tidak Diterbitkan.
Fuadi, Munir, 2011, Teori-Teori Sosiologi Hukum. Jakarta: Kencana.
Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung.
Husein, Syahruddin,2003, Pidana Mati Menurut Hukum Pidana Indonesia. Sumatera Utara:
Prodjodikoro, Wirjono, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung.
Rasyid, Khairani, 1977, Suatu Tinjauan Masalah Pidana Mati dalam Negara Pancasila, Baladika, Jakarta.
Sahetapy J.E., 1982, Suatu Situasi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, CV Rajawali, Jakarta.
Soejono D., 1974, Hukum Dan Pembangunan Hukum Pidana, Tarsito, Bandung.
P.A.F Lamintang, 1997, Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Cetakan Ketiga
Ahmad, T. Z. (2012). Hukuman Mati terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme: Perspektif Fikih Jinayah. In Right: Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia, 1(2), 343–368. Retrieved from http://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/inright/article/view/1223
Asnawi, H. S. (2012). Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum Pidana Islam dan Hukuman Mati. Jurnal Supremasi Hukum, 1(1), 25–48. Retrieved from https://www.aifis-digilib.com/uploads/1/3/4/6/13465004/02._ham_islam_dan_barat_habib_shulton_asnawi.pdf
Berman, P. S., & Sarat, A. (2002). The Cultural Life of Capital Punishment: Surveying the Benefits of a Cultural Analysis of Law. Columbia Law Review, 102(4), 1129. doi:10.2307/1123652
Brace, P., & Boyea, B. D. (2008). State Public Opinion, the Death Penalty, and the Practice of Electing Judges. American Journal of Political Science, 52(2), 360–372. Retrieved from https://www.jstor.org/stable/25193818
Cochran, J. K., & Chamlin, M. B. (2006). The Enduring Racial Divide In Death Penalty Support. Journal of Criminal Justice, 34(1), 85–99. doi:10.1016/j.jcrimjus.2005.11.007
Freire, P. (2007). Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan (Penerjemah Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamzah, A. (1993). Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnia Paramita.
Hamzah, A., & Sumangelipui, A. (1985). Pidana Mati di Indonesia: di Masa Llalu, Kini dan di Masa Depan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Handayani, F. (2016). Pidana Mati ditinjau dari Perspektif Teori Hukum dan Kaitannya dengan Hukum Islam (Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Pekanbaru dan Pengadilan Negeri Pekanbaru). Jurnal Hukum Islam, 16(1), 47–70. doi:http://dx.doi.org/10.24014/hi.v16i1.2690
Hood, R. (2002). The Death Penalthy: A Worldwide Perspective (Third Edit). Oxford: Oxford University Press.
Jacobs, D., & Carmichael, J. T. (2002). The Political Sociology of the Death Penalty: A Pooled Time-Series Analysis. American Sociological Review, 67(1), 109. doi:10.2307/3088936
Lon, Y. S. (2017). Pendidikan HAM, Gender dan Antikorupsi. Ruteng: STKIP Santu Paulus.
Lon, Y. S. (2019). Membangun Manusia Seutuhnya: Perspektif Agama, Kebudayaan dan Pendidikan. Ruteng: Unika Santu Paulus.
Lubis, T. M. (2009). Kontroversi Hukuman Mati: Perbedaan Pendapat Hakim Konstitusi. Jakarta: Kompas Media Group.
Mandery, J. E. (2005). Capital Punishment: A Balance Examination. Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers Inc.
Nahei, I., dkk. (2016). Kematian Berulang: Perjuangan Perempuan Pekerja Migran Terpidana Mati dan Keluarganya Merebut Hak Hidup. Jakarta: Komnas Perempuan.
Neneng, Y. K. (2009). Analisis Strukturalisme Levi-Strauss Terhadap Kisah Pedagang dan Jin Dalam Dongeng Seribu Satu Malam. AdabiyyÄt: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 8(2), 305. doi:10.14421/ajbs.2009.08206
Paredes, J. A. (2011). Some Anthropological Observations on Capital Punishment in the USA. International Journal of Comparative and Applied Criminal Justice, 17(1–2), 219–227. doi:10.1080/01924036.1993.9689018
Prakoso, D. (1987). Masalah Pidana Mati. Jakarta: Bina Aksara.
Rahayu, A., & Dewantara, A. (2018). Studi Kasus Eksekusi mati TKI Indonesia (Tuti Tursilawati) ditinjau dari Teori Tindakan Manusia, Tatanan Moral Subjektif dan tatanan Moral Objektif. Univeritas Katolik Widya Mandala Madiun. https://doi.org/10.31227/osf.io/zrqvk
Reid, A. (1992). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I: Negara di Bawah Angin. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Robet, R., & Lubis, T. M. (2016). Politik Hukuman Mati di Indonesia. Serpong: CV. Marjin Kiri.
Siswanto, A. (2009). Pidana Mati dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Ilmu Hukum Refleksi Hukum, 7–20. Retrieved from https://repository.uksw.edu/handle/123456789/443
Stack, S. (2003). Authoritarianism and Support for the Death Penalty: A Multivariate Analysis. Sociological Focus, 36(4), 333–352. doi:10.1080/00380237.2003.10571228
Steinberg, L., Cauffman, E., Woolard, J., Graham, S., & Banich, M. (2009). Are Adolescents Less Mature Than Adults?: Minors’ Access to Abortion, The Juvenile Death Penalty, and The Alleged APA ‘Flip-Flop.’ American Psychologist, 64(7), 583–594. doi:10.1037/a0014763
Warih, A. (2015). Penjatuhan Hukuman Mati di Indonesia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. E-Journal Widya Yustisia, 1(2). Retrieved from https://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/yustisia/article/view/208
Weiner, B., Graham, S., & Reyna, C. (1997). An Attributional Examination of Retributive Versus Utilitarian Philosophies of Punishment. Social Justice Research, 10(4), 431–452. doi:10.1007/BF