Mantra Jawa pada Kesenian Kuda Lumping dalam Kajian Semiologi
DOI:
https://doi.org/10.32493/sns.v3i1.27194Abstract
Perkembangan teknologi modern yang semakin pesat saat ini, mengakibatkan tradisi masyarakat terkesan kuno danmembosankan. Hal ini menyebabkan generasi muda zaman sekarang banyak yang tidak mengetahui kebudayaannyasendiri, sehingga keberadaan mantra kebudayaan semakin berkurang eksistensinya di masyarakat. Mantra merupakan bagian dari karya sastra lama yang berbentuk puisi. Mantra dipercaya dapat mendatangkan kekuatan bagi perapalnya.
Kuda lumping sebagai salah satu kesenian tradisional menggunakan mantra jawa untuk mendatangkan kekuatan ghaib. Mantra tersebut digunakan oleh pawang dan juga para pemainnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif yang dilakukan untuk mengkaji aspek budaya dalam mantra jawa yang digunakan para pelaku seni kuda lumping di daerah Karangmojo, Gunung Kidul, DIY. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara.
Teori yang digunakan yaitu Semiologi Rolland Barthes. Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui mitos bahasa mantra jawa dalam kesenian kuda lumping berupa makna interpretan, representamen, dan mitos bahasa mantra dalam
kaitannya dengan aspek kejawaan dan Keislaman. Hasil penelitian tersebut menunjukkan (1) Representamen pada mantra jawa dihubungkan dengan konteks mantra berkembang. Inti dari mantra mencerminkan sejarah, budaya, agama
dan norma yang berlaku pada zaman dahulu. (2) Interpretan pada mantra jawa mengalami proses denotasi dan konotasi. Berbagai konotasi digunakan secara terus menerus sehingga membentuk satu ideologi yang disepakati masyarakat,
kemudian menjadi mitos. (3) Penulis menemukan beberapa kata yang berpotensi menjadi mitos. Mitos pada mantra jawa meliputi bismillahi-rrohmaanirrohiim, Sang Hyang Moyo, kakang kawah adi ari–ari pancer kalimo, simbah,
dan babahan.
Kata Kunci/Keywords: Mantra Jawa, Kesenian Kuda Lumping, Semiologi
References
Aswinarko, A. (2015). Kajian Deskriptif Wacana Mantra. Deiksis, 5(02), 119-128.
Barthes, R. (2013). Mitologi. Diterjemahkan oleh Nurhadi, A. Sihabul Millah. Bantul: Kreasi Wacana
Ervita, S. E. (2018). Makna dan Fungsi Mantra Kejawen Aji Seduluran bagi Kehidupan Kolektif Masyarakat
Kecamatan Pager Rejo Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. AKSARA: Jurnal Bahasa dan Sastra, 19(2).
Hardjana, A. (1981). Kritik sastra: sebuah pengantar. Gramedia.
Hidayatullah, D. (2016). Struktur, Bentuk, dan Fungsi Mantra Abal. Sirok Bastra, 4(2), 161-174.
Hoed, B.H. 2014. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu
Irawan, S., Priyadi, A. T., & Sanulita, H. (2014). Struktur dan Makna Mantra Kuda Lumping. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Khatulistiwa, 3(6).
Mulyanto, N. F. N., & Suwatno, E. (2017). Bentuk dan Fungsi Teks Mantra. Kadera Bahasa, 9(2), 75-88.
Nursalim, M. P. (2019). Mitos Di Media Sosial Terkait Pilpres 2019. Piktorial, 1(1), 1-14.
Nursalim, M.P. dan Rima Tiana. (2018). Mantra Tukang Pijit: Sebuah Analisis Semiologi Rolland Barthes. Dialektika, 5(1), 90-101.
Piliang, Y.A. 2013. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Sobur, A. (2017). Semiotika komunikasi. Remaja Karya
Downloads
Published
Issue
Section
License
Authors who publish with this proceedings agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the proceedings right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this proceedings.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work.