DISPARITAS PENJATUHAN PIDANA OLEH HAKIM TERKAIT PENGURANGAN LAMANYA PIDANA PENJARA TERHADAP APARATUR NEGARA YANG TERBUKTI MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Analisis Putusan Nomor : 163 PK/Pid.Sus/2019)
Abstract
Korupsi memiliki dampak yang sangat luar biasa dalam kehidupan, sehingga digolongkan sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Peraturan perundang-undangan di Indonesia belum cukup jelas mengatur perihal keadaan memberatkan dan meringankan yang dapat dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana. Literatur mengenai hal tersebut juga masih minim, padahal permasalahan tersebut sangat penting karena merupakan hal yang wajib dipertimbangkan dalam setiap putusan yang menjatuhkan pidana. Setelah pertimbangan pembuktian kesalahan terdakwa, pertimbangan untuk penjatuhan pidana merupakan hal terpenting lainnya dalam putusan. Penjatuhan pidana inilah yang disebut sebagai proses yang melibatkan pergulatan batin hakim yang memutus perkara. Pertimbangan keadaan memberatkan dan meringankan memiliki pengaruh terhadap: proporsionalitas penjatuhan pidana, penentuan penjatuhan pidana maksimum dan pidana minimum, dan juga sebagai dasar penjatuhan pidana di bawah batas minimum khusus yang telah ditentukan pembuat undang-undang. Penelitian ini juga merumuskan bagimana Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara memiliki landasan utama berupa kekuasaan kehakiman yang bebas, hal ini diatur dalam pasal 24 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi, “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan†Oleh karenanya, sesuai dengan pasal tersebut, hakim adalah termasuk orang yang merdeka dalam memberi memeriksa dan memutus suatu perkara, tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun. Hal ini ditujukan agar hakim dalam memutus dan memeriksa sebuah perkara lebih mendasarkan kepentingan keadilan.
References
Buku
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai, Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana, Jakarta, 1995.
IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Total Media, Yogyakarta, 2009.
Jurnal
Ifrani, Tindak Pidana Korupsi Sebagai Kejahatan Luar Biasa , Jurnal Al Adl , Desember , Volume IX., 2017
Liwe, Immanuel Christophel. Kewenangan Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara Pidana Yang Diajukan Ke Pengadilan. Lex Crimen, 2014.
M. Dhana S. Ginting, Studi Disparitas Putusan Tindak Pidana Korupsi analisa Disparitas Dan Rendahnya Vonis Pidana Kasus Korupsi Di Sumatera Utara, Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antara Komisi dan Intansi KPK, Jakarta, 2018.
Yulia Monita, Studi Disparitas Putusan Tindak Pidana Korupsi: Analisa Disparitas dan Rendahnya Vonis Perkara Korupsi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jambi, Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antara Komisi dan Intansi KPK, Jakarta, 2018.
Internet
Wahyu Nugroho, Disparitas Hukuman Dalam Perkara Pidana Pencurian Dengan Pemberatan,http://jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/view/124/108, diakses pada tanggal 23 Maret 2022 pada pukul 18:26 WIB.
Letezia Tobing, http://m.hukumonline.com, Asas Praduga Tak Bersalah, diakses pada tanggal 21 Maret 2022 pada pukul 18.59 WIB