SASTRA PEREMPUAN, OLEH PEREMPUAN, UNTUK SEMUA

Authors

  • Ratih Kumala

DOI:

https://doi.org/10.32493/sns.v1i1.7863

Abstract

“Perempuan adalah empu, seorang ahli, seorang yang memiliki kekuasaan. Sedangkan wanita adalah objek yang nyaris tak memiliki kehendak, hanya ingin dipuja dan dianggungkan yang berujung diekspolitasi.†Demikian pendapat Marianne Katoppo (1943-2007), sastrawan Indonesia, mengenai perbedaan antara kata ‘perempuan’ dan ‘wanita’. Sebab itulah, sejak tahun 1978 ia gigih menggunakan kata ‘perempuan’ dalam setiap tulisannya. Baginya menggunakan kata perempuan berarti jujur dalam berbahasa. 

Bertahun-tahun setelah era Marianne Katoppo, tepatnya pada tahun 1998, muncul Ayu Utami, dengan karyanya, Saman. Novel ini adalah pemenang Dewan Kesenian Jakarta tahun 1997 dengan judul awal Laila Tak Mampir di New York. Cerita ini diawali dengan karakter Laila yang sedang menunggu pacarnya, Sihar, untuk ia serahkan keperawannya. Konflik cerita ini menjadi semakin dalam ketika pembaca tahu bahwa Sihar sebenarnya adalah suami orang lain yang istrinya pun digambarkan lebih cantik dari Laila. Tak sekedar cerita cinta perselingkuhan, lebih dari itu Saman juga mengangkat politik, tabu, seksualitas serta agama. Kemunculan Saman menuai berdebatan di antara pembaca dan kritikus sastra. Sebagian menganggap gaya bahasa Ayu Utami dalam Saman vulgar, sedang sebagian lagi menganggapnya sebagai indah. Saya merasa itu tergantung bagaimana kita melihatnya, dan tergantung dari gender pembaca tersebut apa. Tetapi yang pasti, karya ini tak bisa dikategorikan sebagai novel stensilan

Downloads

Published

2020-11-24