TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT PADA PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT DITINJAU DARI PASAL 468 KUHD TENTANG PENGANGKUTAN BARANG (Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 2316 K/Pdt/2015)
DOI:
https://doi.org/10.32493/rjih.v2i2.4430Keywords:
Perjanjian, Pengangkutan, Putusan PengadilanAbstract
Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, yang dalam hal ini ialah pengangkut dan pengirim barang. Di satu pihak, pengangkut ingin memikul tanggung jawab yang sekecil-kecilnya, sedangkan di lain pihak, pengirim barang mengharapkan pertanggungjawaban yang sebesar-besarnya dari pengangkut. Oleh karena itulah baik dalam undang-undang nasional maupun konvensi internasional telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab dalam proses pengangkutan. Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 468 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa kewajiban pengangkut yang utama ialah menyelenggarakan pengangkutan dan menjaga keselamatan barang yang diangkut mulai diterimanya dari pengirim sampai diserahkannya kepada penerima barang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggung jawaban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan melalui laut berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2316 K/Pdt/ 2015 dan untuk mengetahui apakah putusan hakim sudah memenuhi nilai keadilan atau tidak. Penelitian ini bersifat normative, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil tanggung jawab pengangkut pada penelitian ini, yaitu pengirim barang (Shipper) atau ekspidetur adalah Stavis Seafood lnc, yang mestinya bertanggung jawab atas pengiriman barang (cargo) dan harus digugat oleh penggugat yang beralamat di Boston, Amerika Serikat sesuai dengan Bill of Lading sebagai perjanjian pengangkutan. Pihak pengangkut yang mengoperasikan kapal, yang juga mesti digugat oleh penggugat. Bill of Lading juga di keluarkan di Boston, Amerika Serikat, tempat pelabuhan pemuatan barang juga di Boston, Amerika Serikat. Berdasarkan fakta-fakta hokum tersebut yang diperkuat dengan bukti-bukti yang sah, maka Pengadilan Negeri Medan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, sehingga gugatan terbanding/penggugat wajib ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. Maka telah terbukti bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 40/PDT/2014/PT MDN tanggal 24 April 2014 juncto Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 666/Pdt.G/2012/PN Mdn telah salah dan keliru menerapkan hokum atau telah melakukan pelanggaran hukum, sehingga putusan dimaksud adalah batal dan tidak sah.
References
A. Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1982.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ketujuh edisi II, Balai Pustaka Jakarta, 1996.
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Pustaka Bangsa Press, 2005.
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Pustaka Bangsa Press, 2005.
Muhammad Abdul Kadir, Hukum Pengangkut Darat, laut dan Udara, Cipta Aditya Bahkti, Jakarta, 1991.
Muhammad Abdul Kadir, Hukum Pengangkutan Udara, Laut dan Darat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid III, Djambatan, 1984.
Prof.Drs.H.Rustian Kamaludin, Ekonomi Transportasi Karateristik, Teori, dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1977.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Perjanjian, Yogyakarta: Liberty, 1999.
Wiwoho Soedjono, Hukum Pengangkutan Laut di Indonesia dan Perkembangannya, Yogyakarta : Liberty, 1987.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.