UNSUR KERUGIAN KEUANGAN NEGARA TINDAK PIDANA KORUPSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 25/PUU-XIV/2016
DOI:
https://doi.org/10.32493/jdmhkdmhk.v7i1.594Abstract
ABSTRAK
Unsur kerugian keuangan Negara dalam hukum pidana: tindak pidana korupsi, sebagaimana pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mengalami pada mulanya merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Demikian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 menguatkan konsepsi demikian. Namun, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 25/PUU-XIV/2016 mengubah secara radikal makna konstitusional unsur kerugian keuangan Negara tersebut menjadi delik materil: menyatakan kata “dapat†dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian hilangnya unsur (bestandeel) “dapat†pada kata “merugikan keuangan atau perekonomian Negara†dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi akan berdampak signifikan terhadap penuntutannya, sehubungan unsur sebagai nama kumpulan bagi apa yang disebut bestandeel (bestanddelen van het delict) adalah bagian-bagian yang terdapat dalam rumusan delik yang harus dibuktikan, harus dicantumkan di dalam surat tuduhan dan bilamana satu atau lebih bagian ternyata tidak dapat dibuktikan, maka hakim harus membebaskan tertuduh atau dengan kata lain hakim harus memutuskan suatu vrijspraak
Kata Kunci : Unsur Kerugian Keuangan Negara, Putusan Mahakamah Konstitusi dan Hukum Pidana.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial 4.0 Internasional.