TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA DI BAWAH TANGAN DITINJAU DARI UU NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA (PENELITIAN PADA BPRS WAKALUMI)

Authors

  • Yusman Yusman Universitas Pamulang

DOI:

https://doi.org/10.32493/jdmhkdmhk.v6i2.1057

Abstract

ABSTRAK

 

Praktek fidusia di luar negeri, telah lama dikenal sebagai salah satu instrument jaminan kebendaan bergerak yang bersifat non-possessory security. Berbeda dengan jaminan kebendaan bergerak yang bersifat possessory security  seperti gadai, jaminan fidusia memungkinkan sang debitur sebagai pemberi jaminan untuk tetap menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan tersebut. Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi pihak yang menggunakannya, khususnya bagi pihak yang memberikan fidusia (debitur). Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia khususnya dalam Pasal 5 ayat (1) mengisyaratkan bahwa setiap pembebanan atas benda dengan jaminan fidusia itu harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Selanjutnya dalam Pasal 11 dan 12 mensyaratkan bahwa benda bergerak yang dibebani dengan jaminan fidusia, wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia.18. penelitian dilakukan dengan penelitian kualitatif yang bersumber pada data sekunder. hasil penelitian menunjukan pertama asas paritas creditorum, di mana pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara proporsional sesuai dengan besar atau kecilnya piutang kedua, Bank Pembiayaan Syariah Wakalumi (BPRS) melakukan perjanjian di bawah tangan, tidak di daptarkan ke kantor Fidusia,  Jika nasabah wanprestasi maka Bank Pembiayaan Syariah Wakalumi melakukan,  sommatie, penekanan - penekanan melalui kunjungan langsung, melalui surat, memberikan sanksi, mengenai ganti rugi ada “terkecualianâ€, penagihan langsung, pendekatan namun penekanan secara Syariah, bermusyawarah mufakat.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Jaminan Fidusia, Bawah Tangan

Additional Files

Published

2016-10-18