TANTANGAN DAN MENGANTISIPASI ERA DISRUPSI PADA BISNIS KULINER DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Authors
agit sagita
Abstract
Sepuluh tahun terakhir dunia memasuki era perubahan yang disebut era disrupsi. Perubahan perubahan tersebut begitu ekstrimnya, tidak mampu diramal atau diprediksi sebelumnya, efeknya mampu membongkar kemapanan dan merusak tatanan yang sudah baku. Konsep dan teori disrupsi mengacu pada teori disruptive innovation dari Clayton M. Christensen. Teori ini merujuk pada semua inovasi yang menciptakan pasar, nilai, dan tradisi baru yang kemudian menginterupsi dan mengganggu kemapanan pasar, nilai, dan tradisi lama. Istilah disrupsi juga disandingkan dengan istilah lain yaitu era Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi dimana pelaku industri harus merubah drastis mindset mereka tentang berbisnis dan cara menghasilkan produk barang dan jasa. Era Disrupsi sekaligus Era Revolusi Industri 4.0 harus diantisipasi oleh pelaku industri bidang kuliner, baik kalangan industry besar maupun UMKM jika tidak ingin musnah tertelan jaman. Banyak sekali perubahan dalam 2-3 tahun terakhir jika dibandingkan dengan 10-20 tahun sebelumnya. Ada banyak institusi bisnis besar yang kolaps, tetapi juga banyak start-up yang lahir, tumbuh dan membesar di era ini. Perilaku konsumen juga berubah, termasuk juga untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Sebut beberapa perubahan yang makin bergulir saat ini dan akan mewarnai masa depan kita, antara lain: maraknya e-commerce, munculnya Lembaga fintech, aplikasi transportasi daring atau online, perkembangan teknologi Cloud Kitchen untuk bisnis kuliner. Kunci bagi pelaku bisnis dan industri, termasuk kalangan UMKM, adalah terus berpikir kreatif menghasilkan inovasi baru.